First Love – Sungmin (Regret)

Regret

Everything happens for a reason.

 

Hi, again! Aku nggak tahu udah berapa lama aku nggak buat FF… Mianhaeyoooo 😦 *deep bow* Finally, aku bisa nerusin serial First Love ini! Kalau di hitung, serial ini tinggal sisa cerita Ryeowook, Siwon, & Kyuhyun. Aku nggak bakal janji kapan bisa nyelesain First Love Ryeowook, tapi semoga aku punya pencerahan hahaha~ Untuk cerita Siwon & Kyuhyun aku bakal bikin agak berbeda, just wait for it! Well, here we go… Sungmin story!

P.S. Beberapa text English di dalam cerita berasal dari lyrics EXO – First Snow, EXO – Miracle in December, dan B1A4 – Lonely. All those lovely christmas and snow themed songs! Totally favorite! It’s on the playlist if you want to hear it 🙂 Recommended!

_____________________________________________________________

By CIA (@yewookyu)

Attention: Ini hanyalah fanfiction, bila FF ini mirip dengan cerita lain hal ini hanyalah ketidak sengajaan, Gamsahamnida.

DO NOT TAKE WITHOUT PERMISSION AND FULL CREDITS, Please leave a comment~

____________________________________________________________

That Christmas, I was only filled with regrets.

Tidak ada yang menarik dengan cinta pertamaku. Tapi seperti cinta pertama lainnya, aku tidak pernah bisa melupakannya meskipun satu tahun telah berlalu.

Penyesalan.

Hal yang selalu muncul diakhir, tidak pernah muncul diawal.

“Ternyata banyak hal yang masih kita rahasiakan satu sama yang lain ya, seperti cinta pertama…” Sahut Sungmin dengan beberapa tissue di tangannya.

“Kau juga merahasiakan cinta pertamamu hyung?” Tanya Eunhyuk jahil.

“Ah iya! Bukankah beberapa hari yang lalu hyung berkata bahwa kau baru saja bertemu dengan cinta pertamamu?” Seru Ryeowook bersemangat.

“Ah… Aku berkata seperti itu ya?”

“Yup! Aku ingat benar kau menceritakannya setelah pulang dari sukira!” Ryeowook membuat yang lainnya terlihat bersemangat. “Tadinya aku mau bertanya tentamg cinta pertamamu hyung tapi kau sudah tertidur. Aku baru ingat sekarang!” Lanjutnya.

“Baiklah, lagipula semuanya akan mendapat giliran kan? Jangan menyesal kalau ceritaku tidak menarik!”

On this afternoon as the first snow is falling.

A year has already passed but I’m still not over you.

Siang itu salju pertama turun.

Hari itu aku sengaja mengosongkan hariku kecuali sore hari. Rutinitas sukira memang tidak memperbolehkan ku untuk beristirahat sehari penuh. Paling tidak aku mendapat libur beberapa jam, sekedar untuk beristirahat, menikmati coklat panas di udara yang dingin, atau mendengarkan alunan lagu bertema natal di radio, apapun itu.

Apartemen ini terasa tenang. Sebagian sedang bekerja, sebagian lagi memilih untuk mengunjungi keluarganya. Hanya tersisa aku sendiri disini. Kenapa aku tidak mempergunakan waktuku untuk mengunjungi keluargaku? Karena beberapa jam saja tidak akan cukup! Keluargaku memang ada di Seoul, tapi sekalinya aku pulang kesana sulit rasanya untuk kembali lagi. Aku membutuhkan minimal 1 hari 1 malam di rumah keluargaku. Aku tidak mengerti kenapa kami sulit sekali mendapat liburan.

Aku menuang air panas kedalam mug yang berisi susu coklat bubuk. Kemudian aku mengambil bungkusan berisi marshmallow khas Jepang yang kubeli saat tour kemaren. Ah… Gendut aku…

Aku membawa mug dan marshmallow itu ke beranda. Temperaturnya cukup dingin, tapi inilah yang kusukai dari musim dingin. Tidak lupa aku memakai jaket musim dingin N***h F**e edisi terbaru yang lebih hangat dari jaket musim dingin S**O. Meskipun aku yang menjadi model dari jaket tersebut, tapi aku memilih yang lebih hangat.

Cokelat panas… Marshmallow Jepang… Jaket musim dingin…

Aku masih ingat semuanya, tidak ada sedikitpun yang terlupakan. Musim dingin tahun lalu.

Then I started to see things I

couldn’t see, hear things I couldn’t hear.

Rasanya seperti memutar balik masa lalu. Lebih tepatnya kenangan. Sesuatu yang bisa dibayangkan tapi tidak akan pernah terulang kembali.

Aku masih ingat benar dinginnya angin musim dingin yang berhembus saat itu. Aku masih ingat butiran salju yang hinggap di pundak juga rambutnya yang bergelombang. Posisi duduk ku di dalam café, lagu apa yang dimainkan di dalam cafe pada saat itu, asap mengepul dari cokelat panas yang aku pesan sekalipun, aku masih ingat. Mungkin aku terlalu berlebihan, tapi itulah yang aku rasakan.

Musim dingin tahun lalu.

Sebenarnya aku percaya pada nasib, takdir, keajaiban, apapun itu… tapi aku bukan orang yang sering mendapatkan hal-hal seperti itu. Termasuk pertemuanku dengan cinta pertamaku.

Bukan… aku bukan orang yang tiba-tiba jatuh cinta dengan perempuan yang lewat di jalan, atau perempuan yang menabrakku. Aku jatuh cinta karena sebuah alasan. Bukan alasan yang rumit, tapi alasan yang jauh lebih sederhana dari yang kau bayangkan.

Karena aku merasa, setelah aku bertemu dengan perempuan itu hidupku akan berubah.

Hanya itu.

Satu tahun yang lalu

“Chogiyo! (Permisi)”

Saat itu aku sedang duduk sendirian di sebuah cafe yang posisinya terpojok di ujung jalan dekat Universitas Hongik. Cafe-cafe di Mapo-gu memang beragam, tapi tempat favorit ku adalah cafe yang terpojok itu. Benar-benar homemade! Meskipun aku memiliki Kona Beans, tidak ada salahnya aku minum di café lain kan?

Saat itu seorang perempuan tiba-tiba berdiri di samping mejaku.

“Nuguseyo? (Siapa ya?)” Tanyaku kepada perempuan itu.

Nafas perempuan itu terlihat sedikit tidak beraturan. Butiran-butiran salju di rambut juga pundaknya menandakan ia cukup lama berada di luar ruangan. Sesuatu yang paling mencolok adalah, koper. Ia membawa koper berwarna kuning terang setinggi pinggangnya.

“Kau meninggalkan ini.” Sahut perempuan itu. Ia menyodorkan dua bungkus marshmallow Jepang.

“Ini milikku?”

Perempuan itu mengangguk.

Ah, kukira manager hyung sudah membawa semua barangku, ternyata masih ada yang tertinggal. Sebelum pergi ke café ini aku memang baru pulang dari Jepang. Semua barang bawaanku dibawa oleh manager hyung sedangkan aku pergi kemari sendiri.

“Kau mengikutiku dari bandara sampai sini hanya untuk mengembalikan bungkusan ini?” Aku masih takjub dengan apa yang ia lakukan. Hanya untuk dua bungkus marshmallow Jepang dia rela membawa koper dan ranselnya sampai kemari.

Perempuan itu tidak menjawab pertanyaanku. Ia hanya tersenyum canggung.

“Sungmin-ssi? Benar?” Wajahnya terlihat asing tidak seperti orang Korea,  tapi bahasa Koreanya sangat baik. Sepertinya ia mengenalku.

“Iya, benar.”

“Wah, senang bertemu denganmu.” Lagi-lagi ia tersenyum canggung. “Kalau begitu, saya permisi. Saya harus pergi. Senang bertemu dengamu.” Perempuan itu mengulangi kalimatnya. Ia membungkuk hormat, kemudian berjalan keluar dari café.

“Tunggu sebentar!” Entah kenapa, tapi aku merasa aku tidak ingin perempuan itu pergi.

Kemudian ia berbalik memandangku kebingungan. Jujur aku tidak tahu apa yang ingin aku katakan. Aku berusaha memikirkan sesuatu, tapi tidak ada hasilnya. Pada akhirnya aku mengatakan hal yang tiba-tiba terlewat di kepalaku, tanpa menyaringnya.

“Apa kau mengembalikan ini karena kau tahu aku seorang artis?”

Ah… bukan itu yang mau aku katakan. Bodohnya… Sekarang aku terdengar merendahkannya. Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku katakan?

“J, ja, jangan tersinggung! Aku hanya penasaran.”

Setidaknya aku sudah berusaha… Dasar bodoh!

Perempuan itu menggeleng dan tertawa kecil.

“Tidak, aku tidak mengembalikannya karena kau seorang artis. Aku mengembalikannya karena bungkusan itu bukan milikku. Sesuatu yang bukan milikku harus ku kembalikan, tidak bisa menjadi milikku begitu saja.”

Secara singkat perempuan itu menjelaskan alasannya. Lee Sungmin, sungguh memalukan! Kenapa aku tidak bisa menyaring perkataanku terlebih dahulu. Penyesalan-penyesalan kecil seperti ini sungguh mengganggu.

Perempuan itu masih berdiri dua meter dariku dengan senyuman yang terukir di bibirnya. Ia menungguku mengatakan sesuatu.

“Terima kasih.”

Lagi-lagi aku mengatakan sesuatu yang terlintas di kepalaku begitu saja. Kali ini, aku tidak menyesalinya. Aku tahu bahwa aku jarang mengatakan terima kasih maupun maaf begitu saja, tapi kali ini berbeda.

Hidupku berubah semenjak saat itu.

“Sungmin hyung, kau berpacaran tanpa memberitahu kami?” Protes Ryeowook.

“Kalian berpacaran berapa lama?” Shindong mengeluarkan suaranya.

“Apa manager hyung tahu?” Leeteuk terlihat khawatir.

“Kapan kalian putus?” Entah kenapa Kyuhyun terlihat semakin tertarik dengan pembicaraan ini.

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus bermunculan. Mereka tidak memberikan Sungmin kesempatan untuk melanjutkan ceritanya.

“Kalian ini… Kalian bahkan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, tapi sudah menyimpulkan akhirnya.” Sungmin tertawa melihat tingkah member satu grupnya itu.

“Jadi, apa yang terjadi selanjutnya?” Tanya Ryeowook lagi.

“Kami tidak pernah berpacaran, jadi kami tidak pernah putus. Meskipun begitu, masih ada yang namanya perpisahan.”

“Apa yang terjadi dengan kalian?” Leeteuk terlihat penasaran.

“Dia selalu ada ketika aku membutuhkannya. Terkadang aku meneleponnya tengah malam setelah bekerja dan dia selalu menyemangatiku. Aku bisa bermain di apartemennya ketika bosan. Dia mau melakukang apapun untukku, tapi seperti pecundang aku tidak pernah ada untuknya. Saat dia kesepian, saat dia mengalami kesulitan, saat dia membutuhkanku, aku tidak pernah ada. Kemudian dia pergi, dan dengan bodohnya aku tidak menahannya dan aku takut untuk mencarinya.” Sungmin mengeluarkan semua yang ia rasakan dari perpisahan mereka. Ia merasa menyesal, ia merasa seperti pecundang, ia juga merasa bodoh hanya karena perpisahan itu. Meskipun setahun telah berlalu, tapi ternyata melupakan seseorang tidak semudah membalikan tangannya.

If only I can walk with you again
If only we can walk together again
Why am I still, why am I still here, why am I still like this?

Duduk sendirian di beranda seperti ini sejujurnya terlihat sedikit menyedihkan, tapi aku menyukainya. Aku suka menghabiskan waktu kosongku berpikir sendirian seperti ini. Ditemani dinginnya angina musim dingin, cokelat panas, marshmallow Jepang, dan beberapa lapis jaket juga selimut yang membungkus tubuhku.

Aku suka menyendiri, tapi aku tidak suka merasa sendirian, kau mengerti maksudku?

Perasaan bahwa kau tidak memiliki seseorang di sampingmu itu perasaan yang tidak enak. Menurutku, seseorang tidak harus selalu berada di sampingmu. Asalkan dia ada saat kau membutuhkannya itu sudah cukup. Sayangnya, itu hal tersebut sulit dilakukan.

Aku baru sadar setelah aku menyesal. Aku baru sadar setelah ia meninggalkanku.

Perpisahan dan penyesalan itu sepertis saudara. Hubungan mereka sangat dekat. Pada dasarnya, kita harus bisa menerima resiko dari apa yang kita pilih, sehingga tidak akan muncul penyesalan. Sayangnya, hal tersebut juga sulit untuk dilakukan.

Aku melihat ke jalan dari beranda. Begitu banyak orang yang menghabiskan waktu bersama dengan kekasihnya atau keluarganya. Mereka berlalu-lalang begitu saja. Tiba-tiba kedua mataku menatap seseorang. Seperti magnet, mataku tiba-tiba terikat dengan perempuan itu. Meskipun ini adalah lantai 4 tapi aku bisa melihat jelas wajah perempuan itu.

Dia… Dia ada tepat di situ…
Apa yang harus aku lakukan?

If I met you, would tears rise up?
The foolish me wouldn’t be able to say anything

Mataku menatap kedua kakiku dengan tidak percaya.

Apa yang aku lakukan disini?

Dengan bodohnya, berdiri di depan pintu gedung apartemen.
Dengan bodohnya, berlari menuruni apartemen tanpa berpikir dua kali.
Dengan bodohnya, kebiasaan lama itu muncul kembali.

Aku berniat untuk kembali masuk ke dalam, menganggap semua ini sebagai hal yang bodoh. Seandainya memang dia melihatku kemudian kami bertemu, aku tidak akan bisa berkata apapun. Seandainya memang aku menghampirinya kemudian kami bertemu, aku akan mengatakan hal bodoh lagi seperti pertemuan pertama kami dulu.

Aku menoleh hanya untuk mengecek keberadaan perempuan itu untuk terakhir kali. Sayangnya aku tidak menemukannya di posisi tadi. Entah kenapa aku menjadi penasaran dan menoleh kesana-kemari untuk mencarinya. Tiba-tiba mataku bergerak lagi seperti magnet. Mataku berhenti tepat di sebrang jalan, tempat perempuan itu sedang berdiri.

Ia menatapku.

Aku menatapnya.

Is it tears or is it because of the snow?
That Christmas, I kept seeing you get farther away.

Aku dulu percaya bahwa waktu akan membuat semuanya baik-baik saja. Aku kira rasa patah hati ini akan terlupakan seiring waktu berjalan. Tapi kenapa kenyataan tidak seperti yang aku kira? Apanya yang terlupakan, aku semakin merindukannya. Sangat merindukannya.

Lagi-lagi aku bergerak tanpa berpikir dua kali. Aku langsung menyebrangi jalan untuk menemuinya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Satu yang aku tahu…

Aku ingin bertemu dengannya.

Dia masih menatapku dengan wajahnya yang masih tidak bisa kubaca sampai sekarang.

“Sungmin?” Namaku yang pertama keluar dari mulut perempuan itu.

“Hai.” Sedangkan aku hanya menjawabnya dengan satu kata itu.

“Apa yang kau lakukan disini?”

“Apa kabar?” Aku terus mengabaikan pertanyaannya.

“…” Perempuan itu terdiam.

Merry Christmas.”

Sebetulnya banyak yang ingin aku katakan dibanding selamat natal, tapi hanya itu yang bisa keluar dari mulutku. Sudah kubilang bukan? Aku akan mengatakan hal-hal bodoh yang tidak dapat ditarik kembali.

“Kau ini… Tidak pernah berubah…” Ia tertawa. Tawa yang aku rindukan. “Selalu saja membuatku bertanya-tanya.”

“Aku merindukanmu.” Dulu aku kehilangannya karena melepaskannya begitu saja. Seandainya ada kesempatan kedua, aku akan berusaha mendapatkannya.

“…” Perempuan itu terdiam lagi, dengan raut wajahnya yang lagi-lagi tidak bisa kubaca.

“Kau pergi begitu saja, ku kira aku akan baik-baik saja, tapi… lama-lama aku bisa gila karena merindukanmu.”

“…” Ia masih terdiam.

“Aku menyesal membiarkanmu pergi begitu saja. Aku menyesal membiarkan perasaan kita menggantung seperti dulu. Aku menyesal tidak pernah ada saat kau membutuhkanku. Aku menyesal sering membuatmu merasa kesepian. Karena kau tahu…”

“…”

“Aku masih mencintaimu.”

Ia menatapku selama beberapa detik, kemudian menyentuh ujung hidungku. “Ku kira kau tidak berubah selama satu tahun ini. Ternyata kau sudah menjadi orang yang berbeda ya?”

Kali ini aku yang tidak bisa berkata-kata. Perempuan ini masih sama seperti dulu. Aku tidak pernah bisa membaca pikirannya. Aku tidak pernah tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Perempuan itu menarik nafas, kemudian menghembuskannya.

“Aku tidak menyesal memilih untuk pergi. Aku tidak menyesal dulu hubungan kita menggantung. Aku tidak menyesal kau tidak pernah ada saat aku membutuhkanmu. Aku tidak pernah menyesal sering merasa kesepian karena kau tidak ada. Karena kau tahu…”

“…” Aku terdiam karena aku tidak tahu harus menjawab apa. Semua perkataannya membuatku bertanya-tanya. Apa yang ia maksud? Apa ia sudah melupakanku sepenuhnya?

“Semua itu terjadi karena sebuah alasan. Terkadang memang kita tidak tahu alasan itu, tapi aku bersyukur bisa bertemu lagi denganmu. Saat aku pergi, ku kira aku akan baik-baik saja, tapi… lama-lama aku bisa gila karena merindukanmu.” Sebuah senyuman mengembang di bibirnya.

“Lee Sungmin… Aku juga masih mencintaimu.”

Tanpa berpikir panjang aku memeluknya dengan erat. Aku tidak tahu seseorang bisa merindukan orang lain sampai seperti ini. Orang bilang ‘out of sight, out of mind’. Sepertinya hal itu tidak berpengaruh pada kami. Satu tahun penuh kami tidak pernah bertemu, bukannya terlupakan, aku malah semakin merindukannya. Aku tidak akan pernah membiarkannya pergi lagi dari sisiku. Aku tidak akan membiarkannya merasa kesepian. Aku akan berusaha untuk selalu berada disisinya setiap ia membutuhkanku. Meskipun aku tahu hal itu tidak mudah, dan aku pernah gagal dalam hal itu, tapi…

Everything happens for a reason.

“YA! HYUNG!!! Kenapa kau tidak bilang kau mempunyai gadis sekarang?!” Ryeowook yang pertama protes.

“Sudah berapa lama?!” Kyuhyun angkat suara.

Sungmin hanya bisa tertawa melihat wajah teman-temannya yang terlihat setengah kaget setengah kesal karena tidak diberi tahu.

“Mungkin sekitar 3 minggu yang lalu. Tadinya aku ingin memberi tahu Ryeowook terlebih dahulu seusai acara Sukira. Tapi kau terlihat sibuk, jadi aku mengundurnya. Terus mengundurnya hingga saat ini. Mian~”

“Bagaimana kalau akhir minggu ini kau pertemukan dia dengan kami!” Yesung memberi ide.

“Betul, betul! Lagi pula akhir minggu ini jadwal kami semua kosong karena iklan CF yang diundur satu bulan itu.” Shindong menambahkan.

“Eiii, baiklah! Baiklah! Ceritaku sudah selesai sampai disitu. Sekarang giliranku menunjuk orang selanjutnyakan?!” Seru Sungmin bersemangat komplit dengan cengiran jahatnya.

Refleks semua member yang belum kebagian bercerita menghindari tatapan Sungmin, kecuali Shindong yang tidak begitu panik karena semuanya sudah tahu siapa cinta pertamanya. Mulai dari Ryeowook, Siwon, dan Kyuhyun semuanya menghindari tatapan Sungmin. Sejak awal Sungmin sudah menetapkan siapa target selanjutnya.

“Kim Ryeowook! Kamu adalah dalang dari semua ini. Kau yang pertama bertanya pada Yesung hyung tentang cinta pertama kan?! Kau juga yang membuatku bercerita kan?! Sekarang kau yang bercerita!”

“Ah hyuuuung! Kau tidak penasaran pada cerita cinta pertama Kyuhyun? Atau cinta pertama Siwon hyung? Aku yakin cerita mereka lebih menarik!”

“No! No! No! Sekarang giliranmu Ryeowook!”

“Ah, baiklah… Aku ini tidak romantis! Jangan tertawakan ceritaku!”

 (Sungmin story) The End / To Be Continue (to Ryeowook Story!)

4 responses to “First Love – Sungmin (Regret)

  1. Saya kira ceritanya seperti kehidupan nyata dimana dia pelakunya. Eh, ternyata seperti itu 😀 tapi keren saya suka.. 😉 sukses terusss :*

  2. ^o^ ceritanya bagus bingit>< feelnya dapet, bahasanya mudah di mengerti… ceritanya juga ringan dan cocok buat karakter Sungmin yang emang gak terlalu 'casanova' dalam hal cinta!! 😀

    god job^^
    cepet buat yang selanjutnya yaa ❤

Leave a reply to ahracho13 Cancel reply